
JAKARTA, KOMPASSINDO.COM – Dalam upaya mendukung pembangunan berkelanjutan dan transisi energi hijau di Indonesia, Universitas Darma Persada (UNSADA) menggelar webinar bertajuk “Implementasi Ekonomi Hijau dan Ekonomi Biru dalam Mendukung Pembangunan Menuju Indonesia Emas 2045” pada Selasa (18/2). Acara ini dibuka secara resmi oleh Rektor UNSADA, Drs. Agus Salim Dasuki, M.Eng., yang juga bertindak sebagai keynote speaker.
Salah satu pembicara utama dalam webinar ini adalah Arif Fadillah, ST., M. Eng., Ph.D., IPM., yang saat ini menjabat sebagai Kepala Persada Strategic Center (PSC) dan Dosen Fakultas Teknologi Kelautan (FTK) UNSADA. Dalam pemaparannya, Arif mengangkat topik “Roadmap Penggunaan Energi Potensial dalam Transportasi Laut dalam Rangka Memenuhi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia.”
Urgensi Ekonomi Hijau dan Biru dalam Pembangunan Nasional
Dalam wawancara dengan awak media, Arif Fadillah menekankan bahwa ekonomi hijau dan ekonomi biru kini menjadi perhatian global. Konsep ini sejalan dengan komitmen Indonesia dalam Paris Agreement untuk mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060.
“Hari ini kita berbicara tentang ekonomi hijau dan ekonomi biru yang tidak bisa dipisahkan dari pembangunan berkelanjutan. Hal ini telah menjadi bagian penting dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) serta visi dan misi pemerintah saat ini. Kenapa ini penting? Karena seluruh aspek pembangunan, baik yang berbasis darat maupun maritim, harus memperhatikan penurunan emisi gas rumah kaca. Jika kita tidak mulai sekarang, kita akan tertinggal,” ujar Arif.
Ia juga menyoroti bahwa United Nations (PBB) menargetkan penurunan emisi besar-besaran pada tahun 2030. Oleh karena itu, diperlukan strategi konkret untuk mengimplementasikan ekonomi hijau dan biru, terutama di sektor transportasi laut.
Strategi Pengurangan Emisi di Transportasi Laut
Sebagai seorang akademisi dan praktisi di bidang transportasi laut, Arif Fadillah menegaskan bahwa roadmap penggunaan energi alternatif di sektor ini harus segera disusun.
“Saat ini, bahan bakar berbasis solar masih dominan digunakan dalam transportasi laut. Padahal, kita harus mulai beralih ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan, seperti LPG, LNG, metanol, hidrogen, hingga metana. Ini bukan hanya untuk memenuhi regulasi internasional seperti dari International Maritime Organization (IMO), tetapi juga untuk keberlanjutan industri maritim kita sendiri,” paparnya.
Arif menambahkan bahwa implementasi energi alternatif di transportasi laut membutuhkan komitmen dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, akademisi, dan pelaku industri. Ia berharap hasil dari webinar ini bisa segera disampaikan kepada para pemangku kebijakan untuk diintegrasikan dalam kebijakan nasional.
Dukungan UNSADA dalam Pengembangan Energi Terbarukan
Sebagai institusi yang memiliki perhatian khusus terhadap energi terbarukan, UNSADA diharapkan dapat menjadi pusat penelitian dan pengembangan inovasi di bidang ini. Arif menyampaikan harapannya agar penelitian di bidang energi terbarukan semakin diperkuat guna mendukung transisi energi nasional.
“Kami berharap UNSADA dan para akademisi dapat diberikan peluang untuk terus mengembangkan teknologi energi terbarukan, khususnya di sektor maritim. Dengan sumber daya manusia yang kompeten, kami optimis bahwa Indonesia dapat lebih siap menghadapi tantangan transisi energi dan mencapai target emisi nol pada tahun 2060,” tutupnya.
Webinar ini juga menghadirkan berbagai narasumber lain, termasuk perwakilan dari Bappenas dan para akademisi di bidang ekonomi dan energi. Dengan adanya diskusi semacam ini, diharapkan Indonesia dapat semakin siap dalam mewujudkan ekonomi hijau dan biru yang berkelanjutan.