
JAKARTA – Seminar Ke-3 dalam rangkaian Renewable Energy Series yang diselenggarakan oleh Universitas Darma Persada (UNSADA) resmi dibuka oleh Rektor UNSADA, Drs. Agus Salim Dasuki, M.Eng, pada Jumat, 6 Desember 2024.
Seminar ini menghadirkan dua pakar energi terbarukan dari Japan International Cooperation Agency (JICA), yaitu Mr. Hirotaka Watanabe dan Mr. Taisuke Masuda, yang membahas kondisi terkini serta pemanfaatan energi terbarukan di dunia.
Dalam sambutannya, Drs. Agus Salim Dasuki mengungkapkan rasa syukur dan kebanggaannya atas terlaksananya acara tersebut, yang dapat diikuti oleh peserta baik secara langsung maupun daring.
“Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Ilahi Robbi, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas kesempatan yang diberikan untuk bersama-sama mengikuti Seminar Ke-3 Renewable Energy Series ini. Semoga acara ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita semua,” ujar Rektor UNSADA dengan penuh harapan.
Seminar Ke-3 ini adalah bagian dari rangkaian acara Renewable Energy Series yang telah dimulai sejak tahun lalu. Pada seminar pertama, Mr. Hirotaka Watanabe memberikan presentasi mengenai Characteristics of Electric Power System and the Roles of Renewable Energies.
Pada seminar kedua, Mr. Taisuke Masuda, yang kini menjabat di Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam Jepang, membahas lebih dalam tentang penerapan teknologi terbaru dalam sektor energi terbarukan.
Dalam seminar ketiga kali ini, kedua expert JICA tersebut kembali diundang untuk memberikan pandangan terkini mengenai perkembangan dan pemanfaatan energi terbarukan di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.
Keduanya juga menyampaikan analisis mendalam mengenai tantangan yang dihadapi dalam integrasi energi terbarukan ke dalam sistem energi global.
Energi Terbarukan: Kondisi dan Potensi Indonesia

Mr. Hirotaka Watanabe memulai sesi seminar dengan memaparkan kondisi terkini pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia. Watanabe mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan sumber energi terbarukan, terutama dari sumber daya alam seperti surya, angin, dan biomassa. Namun, meskipun potensi tersebut sangat besar, tantangan terbesar Indonesia adalah infrastruktur yang belum sepenuhnya siap untuk mendukung pengembangan energi terbarukan secara massal.
“Indonesia memiliki potensi energi surya yang luar biasa, dengan estimasi mencapai lebih dari 3.000 GW, tetapi saat ini hanya sekitar 0,02% yang dimanfaatkan. Begitu pula dengan potensi energi angin yang mencapai 155 GW, namun hanya sekitar 0,1% yang terpakai,” ujar Watanabe.
Menurutnya, salah satu hambatan utama adalah ketidakcocokan antara pembangkit energi terbarukan yang terdesentralisasi dengan infrastruktur jaringan distribusi yang masih mengandalkan pembangkit konvensional.
Teknologi dan Pengelolaan Energi Terbarukan
Sementara itu, Mr. Taisuke Masuda menyoroti pentingnya pengelolaan teknologi terbaru dalam sistem energi terbarukan.
Dia menjelaskan bahwa meskipun energi terbarukan menawarkan solusi berkelanjutan, penerapan teknologi yang tepat sangat diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah teknis yang muncul, seperti fluktuasi pasokan energi, penyimpanan energi, serta integrasi sistem yang aman dan efisien.
Masuda juga berbicara mengenai peran penting inovasi dalam pengembangan teknologi penyimpanan energi (battery storage) untuk memastikan pasokan energi terbarukan yang lebih stabil.
“Penggunaan energi terbarukan yang bersifat intermittan (tidak tetap) seperti tenaga surya dan angin membutuhkan solusi penyimpanan energi yang canggih, agar pasokan energi tetap terjaga, terutama saat permintaan tinggi atau ketika sumber energi terbarukan tidak tersedia,” ungkap Masuda.
Selain itu, keduanya menekankan pentingnya peningkatan kapasitas sistem distribusi listrik, serta peningkatan sistem pengawasan dan pemantauan untuk meminimalkan gangguan yang dapat terjadi akibat ketidakstabilan yang disebabkan oleh variabilitas sumber energi terbarukan.
Peran Teknologi Daur Ulang Panel Surya
Salah satu topik yang mendapat perhatian besar dalam seminar ini adalah isu lingkungan terkait dengan panel surya.
Panel surya yang digunakan untuk menghasilkan energi terbarukan memiliki umur rata-rata sekitar 25 hingga 30 tahun. Setelah masa pakainya habis, panel surya dapat menjadi limbah elektronik yang sulit untuk didaur ulang.Oleh karena itu, Watanabe dan Masuda juga menekankan perlunya teknologi daur ulang yang efisien untuk mengelola limbah panel surya.
“Panel surya terdiri dari berbagai material seperti kaca, aluminium, EVA, dan sel PV, yang masing-masing memerlukan proses daur ulang yang berbeda. Saat ini, kita perlu lebih banyak riset dan pengembangan untuk menemukan teknologi daur ulang yang lebih efisien dan ramah lingkungan,” kata Watanabe.
Menurutnya, pengelolaan limbah panel surya ini sangat penting agar transisi ke energi terbarukan tidak menambah beban masalah lingkungan baru.
Tantangan Pengembangan Energi Terbarukan di Indonesia
Pada akhir seminar, para pembicara mengingatkan bahwa meskipun Indonesia memiliki potensi besar untuk berkembang dalam sektor energi terbarukan, ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi, baik dari sisi teknologi, infrastruktur, maupun kebijakan pemerintah.
Salah satu tantangan terbesar adalah pengurangan ketergantungan pada pembangkit listrik berbasis batu bara yang masih mendominasi pasokan energi nasional.
“Indonesia perlu mengembangkan kebijakan yang mendukung percepatan transisi energi terbarukan. Hal ini meliputi insentif bagi investor, peningkatan kapasitas pembangkit energi terbarukan, serta kebijakan yang mendorong masyarakat untuk beralih ke energi yang lebih bersih,” tutup Masuda.
Seminar ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam bagi peserta mengenai pentingnya pengelolaan dan teknologi dalam sistem energi terbarukan, serta memperkuat komitmen Indonesia untuk beralih ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. ***
SUMBER:
https://www.balpos.com/utama/1795396881/jica-paparkan-tantangan-dan-solusi-energi-terbarukan-di-seminar-unsada